KEBUDAYAAN JAWA TENGAH
Jawa
Tengah adalah propinsi dimana budaya jawa
banyak berkembang disini karena di jawa tengah dahulu banyak kerajaan berdiri
disini itu terlihat dari berbagai peninggalan candi di jawa tengah. Mahakarya
yang sungguh mempesona adalah batik di jawa tengah setiap daerah mempunyai
corak batik tulis yang berbeda beda mereka mempunyai ciri khas sendiri –
sendiri. Selain batik ada juga kesenian yang tak kalah luar biasanaya ada
wayang kulit yang sudah diakui dunia sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO
ada juga tembang tembang (lagu lagu ) jawa yang diiringi oleh gamelan (alat
musik) yang juga dikenal dengan campursari serta ada juga ketoprak yang
merupakan pertunjukan seni peran khas dari jawa.
Di
Jawa Tengah juga masih ada kerajaan yang sampai sekarang masih berdiri tepatnya
di Kota Solo yang dikenal dengan Kasunanan Solo. Budaya jawa tengah sungguh
banyak mulai dari wayang ,wayang orang, ketoprak,tari dan masih banyak lagi.
Kebudayaan yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah mayoritas merupakan
kebudayaan Jawa, namun terdapat pula kantong-kantong kebudayaan Sunda di
wilayah sebelah barat yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat terutama di
Kabupaten Brebes dan Kabupaten Cilacap. Adapun budaya lokal Jawa Tengah antara
lain: Kraton Solo (Centraljava Surakarta), Batik, Ketoprak, Pagelaran Wayang
Kulit, Tari Srikandi / Tari Panah, Pertujukan Wayang Orang, Sinden, Tayub,
Batik.Tarian tradisional Jawa Tengah, antara lain:
1.
Tari Merak
Tarian
Merak merupakan tarian yang melambangkan gerakan-gerakan Burung Merak.
Merupakan tarian solo atau bisa juga dilakukan oleh beberapa orang penari.
Penari umumnya memakai selendang yang terikat dipinggang, yang jika
dibentangkan akan menyerupai sayap burung. Penari juga memakai mahkota
berbentuk kepala menyerupai burung Merak. Gerakan tangan yang gemulai dan
iringan gamelan, merupakan salah satu karakteristik tarian ini.
2.
Tari
Gambyong
Tari
Gambyong tercipta berdasarkan nama seorang penari jalanan (tledhek) yang
bernama Si Gambyong yang hidup pada zaman Sinuhun Paku Buwono IV di
Surakarta (1788-1820). Sosok penari ini dikenal sebagai seorang yang cantik
jelita dan memiliki tarian yang cukup indah. Tak heran, dia terkenal di
seantero Surakarta dan terciptalah nama Tari Gambyong. Tarian ini merupakan
sejenis tarian pergaulan di masyarakat. Ciri khas pertunjukan Tari Gambyong,
sebelum dimulai selalu dibuka dengan gendhing Pangkur. Tariannya terlihat indah
dan elok apabila si penari mampu menyelaraskan gerak dengan irama kendang.
Sebab, kendang itu biasa disebut otot tarian dan pemandu gendhing. Pada zaman
Surakarta, instrumen pengiring tarian jalanan dilengkapi dengan bonang dan
gong. Gamelan yang dipakai biasanya meliputi gender, penerus gender, kendang,
kenong, kempul, dan gong. Semua instrumen itu dibawa ke mana-mana dengan cara
dipikul. Umum dikenal di kalangan penabuh instrumen Tari Gambyong, memainkan
kendang bukanlah sesuatu yang mudah. Pengendang harus mampu tumbuh dengan
keluwesan tarian serta mampu berpadu dengan irama gendhing. Maka tak heran,
sering terjadi seorang penari Gambyong tidak bisa dipisahkan dengan pengendang
yang selalu mengiringinya. Begitu juga sebaliknya, seorang pengendang yang
telah tahu lagak-lagu si penari Gambyong akan mudah melakukan harmonisasi.
3.
Tari Sintren
Tari Sintren adalan kesenian tradisional masyarakat
Pekalongan dan sekitarnya. Tari Sintren adalah sebuah tarian yang berbau mistis
/ magis yang bersumber dari cerita cinta Sulasih dan Sulandono. Tersebut dalam
kisah bahwa Sulandono adalah putra Ki Baurekso hasil perkawinannya dengan Dewi
Rantamsari. Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih, seorang putri dari
Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapat restu dari Ki
Baurekso. Akhirnya R. Sulandono pergi bertapa dan Sulasih memilih menjadi
penari.
Meskipun
demikian pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung malalui alam goib.
Pertemuan tersebut diatur oleh Dewi Rantamsari yang pada saat meninggal
jasadnya raib secara goib, yaitu dengan cara bahwa pada setiap acara dimana
Sulasih muncul sebagai penari maka Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari ke
tubuh Sulasih, pada saat itu pula R. Sulandono yang sedang bertapa dipanggil
roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan
R. Sulandono, yaitu dengan cara bahwa pada setiap acara dimana Sulasih muncul
sebagai penari maka Dewi Rantamsari memasukkan roh bidadari ke tubuh Sulasih,
pada saat itu pula R.Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk
menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan R. Sulandono.
Sejak
saat itulah setiap diadakan pertunjukan sintren, sang penari pasti dimasuki roh
bidadari oleh pawangnya, dengan cacatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila
sang penari betul-betul masih dalam keadaan suci (perawan). Sintren diperankan
oleh seorang gadis yang masih suci, dibantu pawang dan diiringi gending 6
orang, sesuai pengembangan tari sintren sebagai hiburan budaya maka dilengkapi
dengan penari pendamping dan bador (lawak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar